(kisah nyata seorang anak, hasil diskusi warung kopi)
(Selamat Membaca)
Suatu ketika saya sedang baring-baring dan nonton TV di rumah saya, tiba-tiba Hp saya berbunyi. Kemuadian, telfon itu saya angkat.
Ternyata telfon itu dari penduduk desa, mereka bilang pada saya.
Simulasi cerita seputaran BLT:
A: di mana?
B: saya di rumah?
A: aturan BLT itu bagaiman?, kami lihat, ada PNS yg dapat bantuan dan keluarga. Perangkat juga dapat bantuan.
B: wah, ituk gak betul. Gak tepat sasaran. Yg namanya PNS tidak boleh mendapat bantuan dan perangkat desa juga tidak boleh.
A: Tapi, disini mendapat.
B: baikla nanti kita cari datanya. Dan nanti di tlfn ulang. (Tlfn Di tutup)
Hati ini resah, karna menurut anak itu bantuannya tidak tepat sasaran.
Lagi pula, info yg di dapat masih ada warga yg tidak bisa di perjuangkan.
Karna dia gak punya kartu keluarga ( KK). Tapi itu bukan solusi jika ingin membantu masyarakat.
Singakat cerita :
Kemudian di telfon, la Bendahara desa
Tuuut... Tuttt...
A: halo pak, saya mau nanya. Data BLT ada gak pak?
B: gak lengkap sama saya.?
A: loh, kok gak lengkap, bukannya BLT sudah di salurkan?
B: memang BLT sudah di salurkan, cuman ada perubahan data (Kata bendahara), coba tanya sama pak wali.
A: oohh.. Ok lah. (tlfn di tutup)
Kemudian di telfonlah pak wali..
3 kali di telfon gak di angkat-angkat (Mungkin dia sibuk).
Kemudian di telfon baliklah oleh si pak wali tadi.
A: halo, iya ada apa?
B: gini pak wali, bisa gak minta data penerima BLT?
A: ooh, gak ada sama saya?
B: ooh.. Gak ada ya, sama bendahara ada gak pak wali.
A: ada, cobalah tanya?
B: ok la pak wali(Tlfn di tutup)
Sebelum menelfon pak wali, bendahara telah di telfon terlebih dahulu. Dengan rasa kesal, si anak ngirim SMS sama pak wali.
Ba ukua-ukua ambo pak wali, ambo telfon bendahara, di sobuik kek pak wali dek. Ambo telfon pak wali, ba sobuik kek bendahara.
Tak lama kemudian telfon berdering lagi sekitar pukul 15:29, pak wali dengan nada ngancam saat di tanya data BLT tadi.
A: KAMU SIAPA!, AKU PECAHKAN KEPALA KAMU YA!
B: aku bukan siapa-siapa,?, silahkan pecahkan kepala saya (Ujar si anak itu).
Kemudian telfon itu mati, mungkin pulsanya habis.
Ketika saya Mendengar cerita seputar BLT dari anak anak tersebut, saya berfikiran tidak la pantas seorang pejabat publik bernada mengancam bagi masyarkatnya.
Karna pemerintah adalah pelayan dan rakyat adalah Rajanya. Jika tidak mampu memimpin jangan sok mampu.
Pemerintahan desa harus transparansi soal masalah desa sesuai dg UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Bukan malah bertindak arogan seperti cerita yg saya dengar dari anak itu.
Cerita ini saya ambil dari kejadian nyata.
Semoga tidak ada kepala desa yg seperti ini lagi di negara Hukum ini.
Semoga bermanfaat, dan dapat membuka hati nurani kita masing masing.
Penulis : Noverman
Kuansing, 31 Mei 2020
Comments
Post a Comment